Laporan PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics Bersama Tanfidz Tamamuddin


PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics - Creating Tales Between Panels Digelar 18 Januari 2025

Pada Sabtu, 18 November 2024, ONTAKERIPUT COMICS menggelar acara PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics – Creating Tales Between Panels di daerah Ciputat, Tangerang Selatan. Kali ini, mereka mengundang Tanfidz Tamamuddin dan Ragha Sukma untuk membahas bagaimana pentingnya riset serta peran esensial penuturan cerita dalam pengembangan komik SAYUTI KOBOI BETAWI. Selain itu, Santoso Harwanto dan tim KALIBRASI KOMIK ikut hadir untuk memperkenalkan acara KOMPAK, pameran komik yang bakal digelar selama 10 hari.

Pengunjung pun bisa menikmati minuman Kopi Tropico selama acara berlangsung. ONTAKERIPUT COMICS mengajak UMKM setempat sebagai vendor di PANEL BY PANEL dan akan terus berkomitmen menggaet bisnis lokal untuk meramaikan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Acara ini juga didukung oleh KOMIKIN AJAH sebagai media partner.

<Pokok Acara PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics>

  • 11:30: Pembukaan acara oleh Aldrick Fathirza dari ONTAKERIPUT COMICS dan launching WLDR: SPIRIT BATTLER #3 – SOUL REBIRTH.
  • 12:00: Pengenalan acara KOMPAK oleh Santoso Harwanto dan Rizkivy dari KALIBRASI KOMIK.
  • 12:30: Rehat siang.
  • 13:00: Diskusi karir seorang penulis cerita komik dan inspirasi SAYUTI KOBOI BETAWI bersama Tanfidz Tamamuddin dan Ragha Sukma.
  • 13:45: Sesi tanya-jawab mengenai dengan Tanfidz Tamamuddin dan Ragha Sukma.
  • 14:10: Penutupan acara serta sesi foto bersama dan ramah-tamah.
Laporan PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics Bersama Tanfidz Tamamuddin

Acara dibuka pada jam 11:30 oleh Aldrick Fathirza dari ONTAKERIPUT COMICS dan langsung menyambut Sidharta F. Rasidi, penulis serial komik WLDR: SPIRIT BATTLER, untuk menjelaskan judul terbaru WLDR #3 – SOUL REBIRTH. Pertama-tama, Sidharta merekap buku WLDR #1 dan #2, menceritakan bagaimana sang karakter utama bernama BAROKAH tergilas truk WC dan akhirnya bertransformasi menjadi WLDR sang pemburu hantu untuk melunasi utang-utang judol dan pinjolnya di dunia. Namun, belum juga dia bisa latihan menggunakan kekuatan barunya, DHEMIT jahat bernama ROKUROKUBI muncul dan membuat kekacauan di tengah kota.

Masuk lah ke pembahasan WLDR #3. Tanpa membeberkan terlalu banyak poin-poin cerita, Sidharta menjelaskan kalau WLDR tidak mengalahkan lawan-lawannya dengan kekerasan seperti cerita pahlawan super biasa dan membandingkannya dengan istilah “Bacot no Jutsu”-nya komik NARUTO. Hal itu tidak hanya membuat WLDR berbeda dari cerita laga kebanyakan tetapi juga terus mengangkat berbagai pesan moral. Seperti buruknya perjudian dan bagaimana kekerasan bukanlah solusi untuk semua konflik.

Selain itu, Sidharta juga menambahkan alasan mengapa tim ONTAKERIPUT COMICS memutuskan untuk mengadaptasi hantu Jepang ROKUROKUBI sebagai lawan pertama WLDR. Meski di buku pertama mereka memperkenalkan MAUNG BODAS yang terinsipirasi cerita rakyat Sunda, keputusan memilih ROKUROKUBI memberikan mereka banyak ruang untuk bereksperimen dengan berbagai macam kisah dan legenda tidak hanya dari Indonesia tapi juga seluruh dunia. Tapi tentunya, WLDR akan terus mengeksplorasi sosok-sosok hantu Indonesia juga.

Tim ONTAKERIPUT COMICS pun mengakhiri sesi mereka dengan memberikan sedikit cuplikan mengenai karya mereka ke depannya. WLDR: SPIRIT BATTLER #4 akan mengusung tema “Mistis vs Mesin” dan menampilkan jagoan-jagoan berkostum baru yang bahkan bukan merupakan seorang SPIRIT BATTLER. Tentunya tidak ketinggalan pula “penyelewengan” dari konsep-konsep hantu yang sudah dikenal warga Indonesia, seperti sosok POCONG ROKET.

Untuk tanggal rilisnya sendiri masih belum dilayangkan, karena saat ini Tim ONTAKERIPUT COMICS masih disibukkan dengan beberapa proyek lainnya seperti:

Laporan PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics Bersama Tanfidz Tamamuddin

Selanjutnya, sesi jam 12:00 diisi oleh Santoso Harwanto dan Rizkivy dari KALIBRASI KOMIK bersama Widi Susanto sebagai moderator membahas mengenai acara pameran komik yang akan mereka gelar: KOMPAK alias KOMIKUS PAMER KARYA yang rencananya akan diadakan tanggal 15-24 Agustus 2025 mendatang di Artland Mall Kelapa Gading, Jakarta. Di tanggal 15 sampai 22 Agustus, acara akan berfokus pada pameran komik yang menampilkan karya-karya dari berbagai komikus dan ilustrator populer. Setelahnya, 2 hari terakhir akan diisi dengan comic market, memungkinkan para pengunjung untuk berbelanja komik-komik buatan kreator dari berbagai penjuru Indonesia.

Rizkivy menjelaskan kalau mereka merasa di acara-acara bertajuk komik di Indonesia, pengunjung lebih mudah menemukan cosplayer dan berbelanja merchandise alih-alih menampilkan komik sebagai daya tarik utama acara tersebut. Karena itu KALIBRASI KOMIK pun merancang KOMPAK sebagai gabungan dari pameran karya komik dan juga comic market.

“Namun pameran akan tetap menjadi ‘nafas utama’ [KOMPAK], sehingga mereka yang hobi komik maupun secara umum masyarakat bisa menikmati karya-karya komikus. Baik itu komik dengan format digital juga dengan format cetak,” bilang Rizkivy. Pengunjung pun nanti tidak perlu kebingungan jika tertarik untuk mendatangi KOMPAK karena akses jalan melalui LRT serta parkir motor maupun mobil akan mudah.

Harwanto menambahkan kalau beliau merasa pameran merupakan sarana yang lebih mendukung bagi komikus untuk menjelaskan karya mereka kepada pengunjung, alih-alih sekadar berjualan di tempat yang riuh. Komikus akan mendapatkan sarana untuk memamerkan desain karakter, sampel komik mereka, profil komikus sendiri, dan berbagai barang pendukung promosi lainnya melalui 8 hari pertama. Lalu pada tanggal 22-24-nya, mereka bisa datang lagi untuk membeli karya-karya yang sudah mereka lihat maupun komik-komik lain dari kreator yang sebelumnya tidak hadir pada sesi pameran.

Untuk mempromosikan acara, tim KALIBRASI KOMIK juga berencana untuk mengadakan talkshow dan workshop bersama komikus-komikus populer agar keberadaan acara semakin dikenal oleh warga maupun penggiat komik. Begitu pula sepanjang 8 hari acara utama, kegiatan-kegiatan pun akan digelar untuk memeriahkan pameran.

“Kita itu pingin ngumpulin para narasumber yang kita interview, komik-komik yang kita review, untuk bisa kumpul bareng-bareng dalam satu tempat,” tambah Harwanto menceritakan salah satu latar belakang terbesar mengapa mereka siap menggelar KOMPAK. “Karena ini acara pertama [dari KALIBRASI KOMIK], kita berharap temen-temen nggak menaruh ekspektasi yang terlalu besar.”

Lengkapnya mengenai KOMPAK pun bisa kamu saksikan di kanal YouTube KALIBRASI KOMIK maupun video livestream-nya kemarin di bawah ini.

Usai sesi KALIBRASI KOMIK, PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics – Creating Tales Between Panels dijeda dengan istirahat dan ibadah siang pada jam 12:30. Para pengunjung menikmati Kopi Tropico serta melihat maupun membeli beragam komik yang dipamerkan di ruang acara, seperti WLDR #1-#3, SAYUTI KOBOI BETAWI, KAMBODJA, dan komik kompilasi LAPER MATA dari KOMIKIN AJAH.

Laporan PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics Bersama Tanfidz Tamamuddin

Pada jam 13:00, acara memasuki sesi terakhir. Dipandu oleh Sidharta, Tanfidz Tamamuddin pun menceritakan kisahnya sebagai penulis cerita SAYUTI KOBOI BETAWI. Penulis yang dikenal sebagai Tamam ini membuka sesi diskusi dengan menceritakan sedikit latar belakangnya dan juga komik yang sedang saat ini beliau kerjakan yakni SAYUTI itu sendiri.

“Bayangkan Samurai X tapi di Betawi,” tantang Tamam kepada pengunjung acara. “Ceritanya [SAYUTI KOBOI BETAWI] fiksi tapi bangunan, setting waktu, dan tempatnya itu berdasarkan riset-riset yang ada di naskah-naskah akademik.” Komik ini sendiri bermula dari obrolan singkat antara Tamam dan Ragha Sukma, yang saat itu sedang asik memainkan gim RED DEAD REDEMPTION. Ide tersebut pun didukung oleh beragam naskah akademik yang menyebutkan bahwa pada akhir abad 19 ada penyelundupan senjata api besar-besaran ke Batavia [nama Jakarta tempo dulu] dan daerah sekitarnya, memperluas penggunaan pistol dan senapan di sejumlah bagian kalangan masyarakat di luar aparat — salah satunya sosok legendaris Pitung.

Karena itu, komik SAYUTI sendiri menggunakan latar beberapa tahun setelah tewasnya Pitung; menampilkan sosok yang memiliki kemampuan bertraung, menembak, dan bahkan semangat yang sama untuk meneruskan perjuangannya melindungi warga Batavia dari polisi-polisi Hindia Belanda dan tuan tanah yang jahat.

Menurut Tamam sendiri, aspek visual dalam membangun cerita dan penuturan itu sangat penting dalam pengerjaan semua komik, tidak hanya komik bertema sejarah seperti SAYUTI KOBOI BETAWI. Gaya gambar yang digunakan pun harus bisa mendukung cerita dan pesan yang ingin disampaikan.

“Komik itu memang produk visual. Sehingga tidak bisa disalahkan juga kalau misalnya orang tertarik sama komik, pasti yang dilihat pilihan visualnya dulu,” bilang Tamam. “Karena, komik itu kan tidak berdiri sendiri dari visualnya aja; kita harus memilih gaya visual apa yang cocok dengan karya yang kita buat. Kalau kita mau bikin komik soal cerita kehidupan sehari-hari lucu-lucuan tapi gambarnya Alex Ross, Insya Allah nggak nyambung. Meskipun gambarnya keren.”

“Lebih mudah membangun dunia yang historis, dunia masa kini, daripada membangun [isekai] yang baru. Itu repot, pak!”

Kemudian poin kedua yang harus diingat saat menggarap cerita komik adalah pola tutur alias storytelling. Cerita yang seru bukan berarti sekadar cerita yang banyak plot twist dan tidak bisa ditebak, mengambil contoh SAINT SEIYA yang bisa dibilang cukup sederhana namun tetap menggugah. Tapi bukan berarti semua cerita tidak butuh plot twist dan misteri, namun diperlukan ‘kedekatan emosional’ di luar kejutan agar membuat pembaca meninjau ulang sebuah komik. “Cara kita bertutur, storytelling yang baik, cerita yang dibacanya enjoy itu lebih baik daripada plot twist,” tambahnya.

Tamam pun mengatakan akan lebih sulit ‘membangun kepercayaan pembaca’ dalam membuat cerita isekai dibandingkan dengan membuat cerita dengan latar di dunia nyata jika penulis masih kurang mampu membangun dunia atau menggarap worldbuilding yang konsisten. “Kita harus membangun universe baru, dan harus mampu mengkomunikasikan dunia yang kita bangun kepada audiens,” bilangnya. “Itu PR lagi pak!”

Poin ketiga dalam pembuatan cerita komik — yang menurut Tamam sering diabaikan — adalah ‘gagasan’ atau ide. Dia mengambil contoh DEATH NOTE. Saat mayoritas cerita komik-komik Jepang shonen lainnya penuh dengan pertempuran fisik, komik tersebut sukses menunjukkan pertempuran otak antara L dan Light Yagami.

“Kalau pilihan visual itu adalah sesuatu yang bikin orang tertarik sama karya, pola tutur itu adalah hal yang membuat orang bisa menikmati [komik] dari awal sampai akhir, gagasan itu adalah yang bikin karya itu menetap lama di dalam benak audiensnya,” jelas penulis berkaca mata tersebut. “Yang bikin orang itu terkesan.”

Laporan PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics Bersama Tanfidz Tamamuddin

Tentunya, itu semua hanya cuplikan dari keseruan acara diskusi komik tim ONTAKERIPUT COMICS di awal Januari. PANEL BY PANEL: The Art of Storytelling in Comics – Creating Tales Between Panels ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab serta foto bersama. Bagi kalian yang sudah memiliki IP dan karya sendiri pun, ONTAKERIPUT COMICS bisa diajak untuk bekerja sama dalam hal penerbitan, marketing, maupun merchandising seperti mainan berbagai ukuran, poster, dan produk lainnya.


Leave a Reply

en_USEN
PAGE TOP